Cabai, si pedas yang menggugah selera, tak hanya memberikan sensasi rasa yang unik pada makanan, tetapi juga menyimpan berbagai potensi manfaat kesehatan. Salah satu klaim yang seringkali muncul adalah kemampuannya dalam menurunkan risiko kanker. Namun, benarkah demikian? Ataukah ini hanyalah sekadar mitos yang beredar di masyarakat? Mari kita telaah lebih dalam mengenai hubungan antara konsumsi cabai dan penurunan risiko kanker.
Senyawa utama yang memberikan rasa pedas pada cabai adalah capsaicin. Berbagai penelitian in vitro (di laboratorium) dan pada hewan menunjukkan bahwa capsaicin memiliki sifat antikanker. Mekanisme kerjanya diduga melibatkan penghambatan pertumbuhan sel kanker, induksi apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker, serta pencegahan pembentukan pembuluh darah baru yang dibutuhkan oleh tumor untuk berkembang (angiogenesis). Hasil penelitian awal ini memunculkan harapan bahwa konsumsi cabai berpotensi menurunkan risiko kanker.
Namun, penting untuk dicatat bahwa sebagian besar penelitian tersebut dilakukan di laboratorium atau pada hewan dengan menggunakan ekstrak capsaicin dalam dosis yang sangat tinggi, yang jauh melebihi takaran konsumsi cabai dalam makanan sehari-hari manusia. Penelitian pada manusia masih terbatas dan memberikan hasil yang beragam. Beberapa studi observasional menunjukkan adanya korelasi antara konsumsi cabai yang tinggi dengan penurunan risiko kanker tertentu, seperti kanker prostat, kanker paru-paru, dan kanker kolorektal. Namun, studi-studi ini tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung.
Sebuah meta-analisis yang diterbitkan dalam Jurnal Kanker Asia Pasifik pada awal tahun 2025 menganalisis data dari berbagai studi observasional mengenai konsumsi cabai dan risiko kanker. Hasil analisis menunjukkan adanya potensi hubungan terbalik antara konsumsi cabai yang tinggi dengan risiko beberapa jenis kanker, namun para peneliti menekankan perlunya penelitian lebih lanjut dengan desain studi yang lebih kuat dan skala yang lebih besar untuk mengkonfirmasi temuan ini. Faktor-faktor lain seperti генетика, gaya hidup, dan pola makan secara keseluruhan juga perlu dipertimbangkan dalam menilai risiko kanker.
Kesimpulannya, meskipun penelitian awal menunjukkan potensi efek antikanker dari capsaicin dalam cabai, klaim bahwa konsumsi cabai secara langsung dapat menurunkan risiko kanker pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut dengan bukti yang lebih kuat. Mengonsumsi cabai dalam jumlah sedang sebagai bagian dari diet seimbang dan gaya hidup sehat tentu dapat memberikan manfaat kesehatan lainnya, namun menjadikannya sebagai satu-satunya cara untuk mencegah kanker belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi tetap merupakan langkah terbaik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan personal mengenai pencegahan kanker.